Menjerat hening
Terlalu jauh
rasamu berkelana menjinakkan degup jantung walau tak peroleh satupun kecup. Barisan
larik kau cipta atas namanya, tiada lagi mendung dari prasangka walau sang maha
memiliki mengirim bala angin sebagai pengantar jawab. seluruh jawab dari doa
berjarak ketika kau tertunduk dalam sujud penuh ketenteraman. tumpah ruah
gelisah dan angan saat tangan ingin mampu mendongak sayap bulan sebelum
menembus lebar lautan.
Semakin jauh
rasamu mengembara bertemu ketanpaan milik sang awan. lihatlah wahai hati yang
digugurkan, kemana arah laju pastilah bulan menyertai. Kini engkau dan aku
duduk melingkar meluapkan rasa lapar, muak dan segan.
Mengkaji tiap
catatan usang yang habis dimakan harap. Sementara mendung di kejauhan dan
gencar angin memanggil tidak jadi masalah
Maret, 2018
Penjara
Kubayangkan malam
seperti dalam kurungan besi saling menyilang dilingkari badan ular berbisa dan
kita bingung, bagaimana cara menggeser pintu saat ular menganga lekas mematuk? Kepanikan
menjangkiti aku saat wajahmu seringkali hadir dalam kolong mimpi bersama bunga
warna-warni dari taman sekolah dasar juga remah gula dari toko permen sebelah
rumah.
Kita berkilah siapa
paling butuh saat persediaan roti dalam penjara menipis. Aku tertular tifus
lalu panas dingin menyergap dahi dan halusinasi hanyalah sekutu bermain.
Berkawanlah kita sebelum terang mengambil alih dan buru-buru menyibak kelambu
mengintip pagi.
Meledaklah pagi, sebab
bunga anggrek dan melati hanya kutemui dalam khayal. Gagang permen serta roti
setengah matang kadang memantik sukacita. Ruang kosong tak berpintu, jeruji
telah membeku, lonceng tanda bahaya ialah hiburan kita menjelang maut. Menunggu
lagi suasana larut, seekor ular yang lupa cara mematuk telah sadar racunnya tak
lagi ampuh.
Istirahatlah, besok
kita memanggil mata-mata pendosa sekaligus memuaskan dahaga mereka dengan
percik darah. menjajakan kesaktian sebelum mendengar jerit yang ternyata paduan
suara.
Februari, 2018
0 komentar: