Kepada siti nur fitriah Perahu yang engkau anyam dari jerih payah dan gusar, mencapai layak untuk kelana. Iring-iringan burung camar...

Sembilan Belas Layar


Kepada siti nur fitriah


Perahu yang engkau anyam dari jerih payah dan gusar, mencapai layak untuk kelana. Iring-iringan burung camar yang salah satunya lelah diduakan. Berlatar lembayung yang mengawalnya dari belakang. Dua bukit yang sembunyikan surya dari pijar.

Meski pantai hilang peminat. Engkau masih di sana. Gigih mengenyahkan mitos yang lalu-lalang. Tentang arwah penculik jiwa atau tenung pengoyak tubuh sisa belulang.

Daun kelapa melambai kepada pasang di mana sajak terdengar. Perahu memuat karangan bunga, titipan kampung untuk pahlawan di segala penghujung.

Ikan-ikan mengajari kau menyelam. Menyeruput asin yang sering kau cicip sendirian. Merengkuh buih kenang di sekitar batu karang sebelum menguap bersama siklus penghujan. Ikan-ikan menuntun kau mengakali badai sebelum berenang sendiri ke permukaan, menyerahkan diri untuk mengisi perut yang lapar.


Puisi dalam saku adalah rima bersayap yang bunyinya tak segera diucap karena ombak sepakat utus riuh kecipak. Menyambut mata kaki yang takut berlayar

0 komentar: