Kepada siti nur
fitriah
Perahu yang engkau
anyam dari jerih payah dan gusar, mencapai layak untuk kelana. Iring-iringan
burung camar yang salah satunya lelah diduakan. Berlatar lembayung yang
mengawalnya dari belakang. Dua bukit yang sembunyikan surya dari pijar.
Meski pantai hilang
peminat. Engkau masih di sana. Gigih mengenyahkan mitos yang lalu-lalang.
Tentang arwah penculik jiwa atau tenung pengoyak tubuh sisa belulang.
Daun kelapa melambai kepada
pasang di mana sajak terdengar. Perahu memuat karangan bunga, titipan kampung
untuk pahlawan di segala penghujung.
Ikan-ikan mengajari kau
menyelam. Menyeruput asin yang sering kau cicip sendirian. Merengkuh buih
kenang di sekitar batu karang sebelum menguap bersama siklus penghujan.
Ikan-ikan menuntun kau mengakali badai sebelum berenang sendiri ke permukaan,
menyerahkan diri untuk mengisi perut yang lapar.
Puisi dalam saku adalah
rima bersayap yang bunyinya tak segera diucap karena ombak sepakat utus riuh
kecipak. Menyambut mata kaki yang takut berlayar
0 komentar: