Bajak laut hanya bertarung, tahu apa soal kesia-siaan? Kau mendengar. Melalui Al-Ankabut yang akarnya jauh ke dasar. Dunia jadi senda gurau...

Pada Sebuah Kapal

Bajak laut hanya bertarung, tahu apa soal kesia-siaan? Kau mendengar. Melalui Al-Ankabut yang akarnya jauh ke dasar. Dunia jadi senda gurau, enam puluh empat bongkah penyangga kapal. Berpuluh kemudi searah jarum jam dikerahkan dari pagi ke petang. Berburu dongeng sebelum tidur yang lama ditanggalkan.

Kau debur terentang menangkap bajak laut dari papan hukuman. Setelah kelabui Kota berujung keping emas di kantung, seseorang menceburkan target ke dalam lambung.

Dalam pekat yang kau cerna, isyarat garam bertukaran. Masa silam roboh meski tetap mengisi cawan. Ombak tergopoh sampai ke gigil mercusuar. Tiada sekoci penyelamat yang ditambatkan. Layar-layar mengepak sebelum pasrah robek terendam.

Dalam dek pemantau kaki camar berseliweran. Dua kubu surat meyurat lewat meriam. Bilah pisau jatuh mengiris minggu penuh risau. Jarak adalah jangkar yang mau berlabuh, atau kapal musuh yang mesti kau kejar.

Bajak laut terbangun mencari anak buah yang tertinggal, sedang kau pasrah berujar, mengapa cemas terasing bila sepi menempa? Fajar terbit hanya demi tenggelam, burung-burung migrasi ke daerah tak terjamah. Ketika kau serahkan laut, mereka selalu merindukan rumah. Ketika kau beri pundak, begitu saja benci rebah.

Kau dapat menjahit pertarungan demi pertarungan yang tertoreh di lengannya atau menimbun kalah di kantung matanya. Tetapi sejak kayuh pertama, di dekap hutan ambisi membersitkan memar.

2019

0 komentar: