Ia mengamati rutinitas
perumahan dari balik jendela
rumah. Menyiratkan
bahasa kenari dalam sangkar
teratur mencicip kelopak kol dan biji-bijian,
duduk di ranting buatan,
berjingkrak-jingkrak
identitas seseorang.
Bila masa tua diatur
sebatas pensiunan, kemana impian
masa lalu berlabuh?
Sedang pagi dihabiskan demi
sejumlah gaji yang
nanti bersih dipatuk kebutuhan orang
terkasih. Khawatir
menetap, terkurung dan lelah.
Ia menghindar, sebab dunia hanya reranting
yang
malu mendongak pagi, tanpa ibunda
masihlah tumbuhan
kering.
Ia menyusun sendiri
kegiatan-kegiatan.
Mengganti bus karyawan
dengan siulan
Melangkahi pagar
berarti membiarkan matahari membeli kulit,
sedang tahunnya malam
belaka
setelah perempuan dari
album yang lain
menghapus pertemuan
antara panggung dan
pujangga.
Dalam memori ia pamit
sebentar. Sebab air di bak mandi tumpah
bersama segayung
pertanyaan.
Ia mesti menutup keran
juga kemungkinan.
Bagaimanalah seekor
kenari menerangkan
jika tembangnya
bukanlah puja bagi tanaman
yang berjajar. Bukan
pula pengingat bagi sesiapa
ingin menutup kisah.
Kesibukan memicu
romantika keluar
belum cukup menjaganya
dari amarah.
Ia mengingat kapan
terakhir kali beradu pendapat,
tentang diam yang telah
menjadi tabiat.
Masing-masing mengulur
jawaban
agar tubuh yang
bertolak akhirnya paham
Mengusir keinginan
hanya menguatkan
bayangan wajah.
Ia memandang tamu yang mampir
mengutang.
Apa kelu-kesah bakal
terlunasi dengan mudah?
Ia buat janji jam
Sembilan.
Buket di tangan berisi
sif malam.
2019
0 komentar: